Bukan Perjumpaan Biasa
Featured Image

Bukan Perjumpaan Biasa

Diposting pada April 26, 2018 oleh Penulis Tidak Diketahui

DI tengah memanasnya situasi jelang Pemilu dan Pilpres 2019, kabar menyejukkan datang dari Presiden Joko Widodo, Persaudaraan Alumni 212, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, serta Front Pembela Islam.

Untuk kali pertama, kedua pihak yang selama ini dipersepsi berseberangan itu bertemu dalam semangat kebersamaan. Silaturahim antara Jokowi dan ulama alumni 212 tersebut terjadi pada Minggu (22/4/18) di Masjid Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

Pertemuan dilakukan di luar agenda resmi kepresidenan meski tetap dalam bingkai Jokowi sebagai presiden. Betul bahwa bukan kali ini saja Presiden bertemu dengan para ulama.

Sudah berulang kali Jokowi mengundang para ulama ke istana. Presiden kerap pula menyambangi para ulama di berbagai penjuru Tanah Air. Maksud dan tujuannya cuma satu, yakni menjalin dan merekatkan tali silaturahim.

Namun, pertemuan antara Jokowi dan para ulama alumni 212 bukanlah pertemuan biasa. Pertemuan itu luar biasa, juga sama sekali tak disangka-sangka. Tak ada yang menduga sebelumnya kedua pihak bakal bertemu karena tebalnya sekat yang memisahkan jarak.

Ulama alumni 212 ialah para pemrakarsa sekaligus pemimpin gelombang demonstrasi yang berpuncak pada 2 Desember 2016 untuk menuntut Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dihukum dalam kasus penodaan agama.

Nama Jokowi pun kemudian dibawa-bawa dengan beragam cap buruk. Amat jelas bahwa ulama alumni 212 berseberangan dengan Jokowi selama ini. Oleh karena itu, ketika keduanya bersedia bertemu, hanya satu kata yang patut kita suarakan; salut.

Kita angkat topi atas kebesaran hati mereka untuk meluruhkan ego dan gengsi. Kita mengapresiasi mereka yang dengan jiwa besar meminggirkan kepentingan golongan dengan kepentingan yang lebih besar.

Pertemuan antara Jokowi dan ulama alumni 212 amatlah berarti karena dari situlah perbedaan pandangan bisa dicarikan titik temu dan syak wasangka dicarikan jawaban.

Terkait dengan dugaan kriminalisasi terhadap ulama, misalnya, ulama alumni 212 menyampaikan langsung kepada Presiden agar segera menghentikan.

Kepada Jokowi, kita menaruh hormat karena dia telah menunjukkan hakikat seorang presiden. Sebagai presiden, Jokowi memang bukan milik orang per orang atau golongan per golongan, melainkan milik seluruh rakyat Indonesia.

Jokowi ialah presiden untuk semua sehingga sudah seharusnya mengayomi siapa pun, tak peduli yang pro atau yang kontrapemerintah.

Pertemuan dengan ulama alumni 212 ialah wujud nyata kesadaran Presiden Jokowi bahwa ulama ialah soko guru bangsa yang fungsi dan perannya mustahil dikesampingkan.

Ia paham betul bahwa sudah semestinya umara bersatu dengan ulama untuk bersama-sama membangun bangsa dan berbarengan mengatasi problem keumatan.

Memang, masih harus ada tindakan nyata agar pertemuan antara Jokowi dan ulama alumni 212 tak sia-sia.

Akan tetapi, kita yakin, amat yakin, silaturahim dan dialog merupakan cara paling mujarab untuk menyelesaikan setiap silang pendapat.

Pertemuan antara Jokowi dan ulama alumni 212 ialah penegas bahwa betapa pun lebarnya jurang pemisah, selalu ada jembatan untuk menyatukan perbedaan sesama warga bangsa.

Pertemuan itu menjadi oasis di tengah semakin keringnya keinginan untuk mempererat persaudaraan, persatuan, dan kesatuan bangsa. Pertemuan antara Presiden dan ulama alumni 212 mengejutkan, tetapi juga menyejukkan.

Terlalu berlebihan kiranya jika kemudian ada yang menganggap pertemuan itu merupakan bagian dari manuver Jokowi untuk mencari dukungan dari umat Islam di Pilpres 2019 mendatang. Toh kalaupun itu manuver politik, ia manuver politik yang bagus, bukan hanya oleh Presiden Jokowi, melainkan juga oleh alumni 2012.

Disebut baik karena itu merupakan perjumpaan untuk mempersatukan. Hanya mereka yang menginginkan hubungan Presiden Jokowi dengan sebagian umat Islam itu terus tegang yang menganggap pertemuan tersebut akal-akalan politik belaka.(Sumber Media Indonesia)

Β 

Kategori: Editorial