Hantu inflasi dan kebijakan populis BBM
Featured Image

Hantu inflasi dan kebijakan populis BBM

Diposting pada April 12, 2018 oleh Penulis Tidak Diketahui

Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium terjadi hampir bersamaan dengan kenaikan harga BBM jenis Pertamax dan Pertalite. Bagi warga masyarakat -terutama yang terbiasa mengonsumsi Premium- situasi ini sungguh pelik. Kelompok ini seolah dipaksa untuk membeli jenis BBM yang harganya lebih tinggi pada saat harganya naik pula.

Pemerintah merespons situasi itu dengan merencanakan menerbitkan peraturan baru dalam hal pendistribusian dan penentuan harga BBM. Soalnya, apakah langkah itu merupakan langkah yang sehat?

Keluhan tentang kelangkaan Premium terdengar sejak beberapa waktu di beberapa daerah. Pertamina sempat menjelaskan bahwa kelangkaan tersebut bisa jadi terkait dengan Asian Games dan Annual Meeting International Monetary Fund-World Bank (AN IMF-WB) 2018.

Untuk memberikan kualitas udara yang lebih baik pada kedua hajatan itu, lewat surat yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mewajibkan Pertamina untuk menyediakan BBM berkualitas Euro 4 di kota tempat berlangsungnya kedua hajatan tersebut dan daerah-daerah penyangganya.

Pertamina menyanggupi kewajiban itu dengan mengorbankan ketersediaan BBM jenis lain. Dengan kata lain, Premium akan langka ketimbang biasanya.

Tapi benarkah kelangkaan Premium itu disebabkan oleh target kualitas udara yang lebih baik selama perhelatan Asian Games dan AN IMF-WB 2018? Kelangkaan Premium terjadi bukan hanya di kota tempat belangsungnya perhelatan tersebut; misal di Lampung dan Pekanbaru, serta Belitung Timur. Artinya, kelangkaan Premium itu bisa jadi tidak terkait dengan Asian Games maupun AN IMF-WB 2018.

Soal kelangkaan Premium itu, Pertamina bahkan memperlihatkan gestur yang membingungkan publik. Pada satu waktu, Pertamina seperti mengakui adanya kelangkaan Premium dengan mengaitkannya ke dua hajatan internasional itu. Tapi di waktu lain, ketika Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegurnya, Pertamina membantah adanya kelangkaan Premium itu sambil mempertanyakan data daerah yang mengalaminya.

Pemerintah, lewat Wakil Menteri ESDM Archandra Tahar, menyatakan kelangkaan Premium itu mencakup wilayah yang cukup luas sebagai akibat kekurangan pasokan. Tanpa merinci daerahnya, Archandra mengatakan, “Kekurangannya tidak merata, tapi yang saya tahu itu ada dari Sabang sampai Merauke.”

Perihal kelangkaan Premium itu, Kementerian ESDM telah mengirimkan surat teguran kepada Pertamina. Dalam surat itu pemerintah meminta agar Pertamina segera menyalurkan Pemium begitu terjadi kelangkaan. Teguran itu bersandar kepada data yang menunjukkan bahwa penyaluran Premium periode Januari-Maret 2018 lebih rendah 50 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu.

Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan Kementerian ESDM untuk menjaga keamanan pasokan Premium di seluruh pelosok tanah air. Bersamaan dengan itu, menurut Archandra, Presiden telah memberikan arahan agar perubahan yang menyangkut jenis BBM Umum non avtur dan industri, kenaikan harganya harus mempertimbangkan inflasi ke depannya.

Demi hal itu, akan ada revisi peraturan terkait hal tersebut -yaitu Peraturan Presiden Nomor 191tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perhitungan Harga Jual eceran BBM.

Revisi itu akan menentukan distribusi Premium -yang tergolong jenis BBM Khusus Penugasan- tidak saja di luar Jawa, Madura, dan Bali; melainkan harus ada untuk seluruh Indonesia. Revisi tersebut juga akan menjadi landasan hukum yang memungkinkan pemerintah untuk melakukan intervensi harga jenis BBM Umum -seperti Pertalite dan Pertamax.

Dalam peraturan yang berlaku sekarang, meskipun sudah tak lagi disubsidi, harga Premium tidak sepenuhnya diserahkan ke pasar dan Pertamina. Harga Premium, menurut peraturan itu, ditentukan oleh Menteri ESDM. Sedangkan harga BBM Umum -seperti Pertalite dan Pertamax- ditetapkan oleh Pertamina dan dilaporkan kepada menteri.

Dengan rencana revisi peraturan tersebut, kesangsian publik atas keseriusan pemerintah dalam memberlakukan standar emisi Euro 4 terbukti benar. Pemberlakuan standar emisi Euro 4 yang akan dimulai 10 Oktober 2018, seperti diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 20 tahun 2017, patut diragukan realisasinya.

Memperluas pendistribusian Premium yang berstandar emisi RON 88 sudah merupakan gelagat yang sangat jelas bahwa pemerintah tidak bersungguh-sungguh akan memberlakukan standar emisi Euro 4 yang bisa memberi kualitas lingkungan lebih baik.

Selain itu, jika persetujuan pemerintah diperlukan untuk setiap perubahan harga BBM Umum, pemerintah akan membutuhkan energi yang banyak untuk mengerjakannya. Juga, apakah hal ini merupakan praktik bisnis yang sehat bagi Pertamina sebagai BUMN?

Jika intervensi pemerintah atas harga BBM Umum itu sebagai bagian dari pendekatan untuk mengendalikan inflasi, publik tentu akan mempertanyakan apakah pemerintah juga akan berniat mengintervensi harga komoditas lain yang juga memicu inlasi? Cabai, misal?

Kebijakan-kebijakan populis tentu disukai oleh publik -apalagi di tahun politik. Namun kebijakan apapun sebaiknya juga mempertimbangkan risiko di masa depan. Sumber (Salni Setiadi/Beritagar.id)

Kategori: Interaktif