Hormati! “Presumtion of Innocent”

Hormati! “Presumtion of Innocent”

Diposting pada December 18, 2018 oleh Penulis Tidak Diketahui

Oleh : Zico Junius Fernando, S.H., M.H. 
(Akademisi dan Praktisi Hukum Provinsi Bengkulu)

Maraknya penetapan tersangka yang dilakukan oleh Pihak Berwajib di Provinsi Bengkulu terutama yang menyangkut perkara tindak pidana atau isu kasus korupsi yang menyeret-nyeret orang-orang yang memangku pemerintahan di Provinsi Bengkulu menyebabkan banyak komentar-komentar miring di masyarakat, mulai dengan munculnya perdebatan mengenai ini itu sampai segala macam komentar yang saling berbalas-balasan baik di dalam dunia maya (internet) melalui jejaring sosial seperti facebook, BlackBerry Massenger (BBM), Path, Twitter maupun di dunia nyata.

Semua orang menilai dan memberikan pendapat, memang perlu diketahui bahwa kebebasan berpendapat dilindungi dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara (UUD) Republik Indonesia Tahun 1945, namun penilaian yang timbul yang ada terkadang terkesan kurang bijak bahkan banyak orang yang tiba-tiba menjadi “ahli” dengan segala macam analisanya dan pendapatnya serta sering juga kita sebagai manusia bukannya mengambil hikmahnya, malah menikmati bahkan ikut “memvonis” salah satu pihak yang menurut perspektif kita salah atau tidak baik, padahal sebagian diri kita hanyalah penonton yang terkadang hanya tau sedikit tapi berkomentar lebih banyak dari seorang ahli sekalipun.

Sebetulnya saya malu dan juga sedang “menampar” diri sendiri membuat tulisan ini karena sebagai manusia normal yang merupakan tempatnya salah (khilaf) kadang-kadang pernah juga melakukan hal seperti itu, namun poinnya bukanlah hal tersebut, disini hendaknya dalam melihat kasus apapun termasuk kasus-kasus yang menjerat kepala daerah apalagi sebentar lagi memasuki taahun politik dengan bijak dan melihat setiap tersangka/terdakwa yang disangkakan oleh Kepolisian, Kejaksaan atau KPK dengan tetap melihatnya dengan satu asas di dalam Hukum Pidana yakni Asas Praduga Tak Bersalah “presumtion of innocent”.

Asas Praduga Tak Bersalah “presumtion of innocent” dapat dikatakan merupakan salah satu asas yang terpenting didalam Hukum Pidana. Literatur mencatat asas ini telah dipakai pada abad ke-11, kemudian dipakai di dalam sistem hukum common law di Inggris, keberadaan asas ini dilator belakangi oleh ragam pemikiran individualistic bersifat liberal yang berkembang pesar pada saat ini.

Menurut asas ini, seseorang yang diduga melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana wajib untuk dianggap tidak bersalah sampai kesalahannya dapat dibuktikan berdasarkan suatu putusan badan peradilan yang sudah memiliki kekuatan mengikat yang pasti. Berdasarkan asas ini, setiap orang yang didakwa melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana harus diperlakukan sebagaimana layaknya manusia biasa yang tidak bersalah, denagn segala hak asasi manusia yang melekat pada dirinya.

Asas praduga tak bersalah “presumtion of innocent” merupakan asas umum hukum acara yang dapat dilihat pengaturan di dalam penjelasan umum butir 3 huruf (c) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau di dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang memberikan defenisi bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 

Dapat dilihat dari pengertian diatas ternyata Hukum Pidana (Strafrecht) lewat KUHAP atau Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ingin memberikan keadilan bagi tersangka atau terdakwa dalam kaitanya dalam suatu tindak pidana yang disangkakan kepadanya. Aturan diatas memberikan beban untuk penyidik dan penuntut umum untuk mencari bukti dan membuktikan kesalahan tersangka atau terdakwa agar jangan sampai pengadilan dimana seseorang mencari keadilan di dunia menjatuhkan hukuman kepada orang yang sebenarnya tak bersalah karena ada pepatah adagium terkenal di ranah dunia hukum yang mengatakan ”lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah.

Asas praduga tak bersalah “presumtion of innocent” ini jika ditinjau dari segi juridis ataupun dari segi teknis penyidikan merupakan penerapan asas dalam asas-asas Hukum Acara Pidana yakni Asas Acquisitoir yang menyatakan bahwa kedudukan tersangka/terdakwa dalam semua tingkat pemeriksaan adalah sebagai subyek bukan sebagai obyek pemeriksaan. tersangka/terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat, martabat dan harga diri. Asas praduga tak bersalah “presumtion of innocent” juga menghindari terjadinya ketidakadilan karena selalu ada kemungkinan bahwa dalam proses penegakan hukum, manusia yang menjalankan hukum tidak luput dari kesalahan atau kekeliruan, selalu ada kemungkinan seseorang dihukum tidak adil.

Hukum sendiri merupakan aturan yang mengatur setiap tindakan subjek hukum baik orang maupun badan hukum, bersifat memaksa, mengikat, mengatur serta ada sanksi bagi yang melanggarnya. Sebenarnya sederhana, jika kita bersalah atau melakukan kesalahan maka otomatis akan diberikan sanksi atau hukuman, namun untuk menentukan seseorang bersalah tidak semudah membalik telapak tangan.

Asas praduga tidak bersalah “presumption of innocence” ini juga dapat menghindarkan diri dari pengadilan sesat dan menyesatkan. Kepada semua pihak yang berwenang menegakan hukum juga hendaknya tetap berfikir baik, bertindak rasional dan proporsional (seimbang) serta melaksanakan standar yang baik dalam penanganan dan penerapan hukum di negara ini sehingga tujuan hukum yakni Keadilan, Kepastian dan Kemamfaatan dapat di dapatkan.

Jangan sampai terjadi yang namanya “pengadilan opini’, trial by press atau peradilan dengan penggunaan media yang bersifat publikasi massa menjadi “pengadilan di luar pengadilan” yang bersifat menekan hingga mempengaruhi putusan pengadilan yang semestinya. Tindakan kebablasan dalam menyikapi peristiwa hukum dalam masyarakat apa lagi yang terjadi karena like and dislike (suka dan tidak suka), hanya akan berujung tidak baik dan dapat menyebabkan potensi konflik yang lebih besar yang dapat mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara. 

Kesimpulannya tidaklah salah kalau masyarakat biasa dengan latar belakang apapun berpendapat dan menggunakan penalarannya sendiri dalam beranggapan bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana. Namun hal itu juga tentunya harus tetap menghormati (respect) dan mematuhi asas Asas praduga tidak bersalah “presumption of innocence” yang akan diterapkan dalam proses hukum yang sedang dan akan berjalan.

Agar terhindar juga dari hal-hal yang dapat menimbulkan fitnah, birakan proses hukum yang membuktikan benar atau tidaknya seseorang melakukan tindakan yang dilarang, karena jelas negara kita adalah negara hukum, dimana hukum adalah panglima tertinggi di dalam negara ini, sedapat mungkin hindari opini-opini yang sifatnya tidak bersandarkan pada bukti yang jelas dan datang dari sentimental pribadi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara teori maupun praktik di masyarakat.

 

 

Kategori: Opini