Konsorsium Bentang Seblat Desak Menhut Cabut IUPHHK-HA PT API

Konsorsium Bentang Seblat Desak Menhut Cabut IUPHHK-HA PT API

Gambar

Diposting: 02 Dec 2024

Kanopi Hijau dalam siaran persnya, Senin, 2 Desember 2024, Foto: Dok



Indo Barat - Konsorsium Bentang Alam Seblat mendesak Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Raja Juli Antoni, segera mencabut Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) milik PT Anugrah Pratama Inspirasi (API). Perusahaan yang beroperasi di Bengkulu ini telah lalai mengamankan kawasan hutan di wilayah konsesinya seluas 41.988 hektar, berdasarkan addendum izin tertanggal 3 April 2017.





Laporan Konsorsium Bentang Seblat tahun 2024 mengungkapkan bahwa dari area konsesi PT API, sekitar 14.183,48 hektar hutan telah mengalami kerusakan parah. Area itu kini terdiri atas semak belukar (6.577,59 ha), perkebunan sawit ilegal (5.432,86 ha), dan lahan terbuka (2.173,03 ha).





Fakta ini menunjukkan PT API gagal memenuhi kewajibannya sesuai Pasal 32 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang mewajibkan pemegang izin untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya.





Dikutip dari JawaPos.com, Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menegaskan tidak segan-segan untuk mencabut izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) milik perusahaan atau korporasi yang tidak menjalankan tanggung jawab penghijauan kembali lahan. Hal ini disampaikan Menhut Raja Juli Antoni dalam rapat kerja antara pihaknya dengan Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 20 November 2024.





Iswadi, Ketua Yayasan Lingkar Inisiatif Indonesia, menyebutkan hasil patroli kolaboratif di koridor gajah Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Bentang Seblat menemukan 114 kasus kejahatan kehutanan, termasuk praktik “tebang tumbur” yang diikuti oleh alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit.





“Ini melibatkan jaringan terorganisir, bahkan ada dugaan jual beli lahan yang melibatkan aparat dan pemerintah desa,” ungkap Iswadi dalam konferensi pers yang di gelar di Kantor Kanopi Hijau, Kota Bengkulu.





Sebagai anggota Forum KEE yang dilindungi oleh SK Gubernur Bengkulu tahun 2017, PT API memiliki tanggung jawab menjaga keutuhan habitat gajah Sumatera seluas 23.279 ha dari total 80.987 ha wilayah KEE. Namun, kenyataan menunjukkan degradasi ekosistem semakin meluas, dengan tutupan hutan yang hilang mencapai 38% hingga akhir 2023.





Gunggung Senoaji, Dosen Kehutanan Universitas Bengkulu dan konsultan program Konsorsium Bentang Seblat, menegaskan bahwa kawasan izin PT API, yang seharusnya dikelola dengan silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), kini dibiarkan terbengkalai.





"Area tersebut idealnya dikelola sebagai hutan produksi yang tetap mempertahankan fungsi ekologisnya. Namun, fakta menunjukkan sebaliknya yang sebagian besar lahan telah dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit ilegal," ujarnya.





Direktur Genesis Bengkulu, Egi Saputra juga menyoroti ketidakberdayaan PT API dalam menjalankan fungsinya. Fakta lapangan menunjukan PT API sudah tidak ada aktivitas dilokasi tersebut.





"Tidak ada reboisasi yang dilakukan, sementara lebih dari 5.000 hektar lahan telah digarap masyarakat untuk sawit. Kondisi ini menunjukkan perusahaan tidak layak memegang izin dan seharusnya menjadi prioritas pencabutan oleh Menteri Kehutanan," tegasnya.





Bentang Seblat memiliki peran krusial sebagai habitat satwa langka seperti gajah Sumatera, harimau, dan burung rangkong, serta penyedia layanan ekosistem bagi masyarakat sekitar.





Sementara, Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar menegaskan bahwa kerusakan di kawasan ini dapat memicu bencana ekologis besar.





"Dampak kerusakan sudah dirasakan dan berpotensi menjadi lebih buruk di masa depan. Pencabutan izin PT API dan pengalihan fungsinya menjadi kawasan konservasi adalah solusi terbaik," katanya.





Kendati demikian, Konsorsium mendesak Menteri Kehutanan segera merealisasikan komitmennya untuk mencabut izin perusahaan yang lalai mengelola kawasan hutan.





"Untuk itu, kami meminta komitmen Menteri Raja Juli Antoni untuk mengambil langkah ini. Sebab keputusan Menhut ini akan menjadi uji keberanian pemerintah dalam menegakkan aturan dan menyelamatkan ekosistem hutan Indonesia," demikian Ali.





Reporter: Irfan Arief