Bukan Saatnya Tentang ‘Saya’ Melainkan ‘Kita’
Featured Image

Bukan Saatnya Tentang ‘Saya’ Melainkan ‘Kita’

Diposting pada May 3, 2020 oleh Penulis Tidak Diketahui

Oleh: Dr. Qolbi Khoiri

Salah satu komunitas sosial di amerika membuat sebuah film pendek yang memberi pesan bahwa situasi pandemi ini bukan tentang ‘saya’ akan tetapi tentang ‘kita’. Film pendek dengan berbagai varian cerita yang terdiri dari perilaku masyarakat mulai dari menimbun kebutuhan pokok, menimbun peralatan medis, tidak patuh pada himbauan social distancing, dan perilaku politis dari berbagai kelompok ditengah pandemi Covid-19. Pesan kemanusiaan yang didasari dengan sifat-sifat manusiawi menjadi tujuan utama kampanye sense of crisis dalam film pendek ini.

Perilaku yang digambarkan dalam salah satu scene film pendek tersebut adalah perilaku a sosial dan individualistik masyarakat yang sangat egois. Cerita ini dirangkai mengenai seorang wanita yang benar-benar membutuhkan obat, sementara obat yang dibutuhkan adalah obat yang menjadi langka untuk dicari ditengah pandemi, kelangkaan tersebut terjadi karena ada orang yang mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan dengan cara memborong, menimbun dan menjual kembali dengan harga yang tinggi.

Singkat cerita, ternyata wanita tersebut membeli obat bukan semata-mata untuk dirinya, melainkan juga untuk seorang wanita tua yang bertemu dengannya disuatu toko obat-obatan, dan wanita tua itu tidak lagi mempunyai tenaga untuk berjalan ke toko yang lain. Hingga akhirnya, si wanita menemukan seorang anak muda yang sedang menjual obat yang dibutuhkannya dan itu satu-satunya stok yang tertinggal, namun dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga normal. 

Saat bersamaan, pemuda tersebut ditelpon ibunya untuk memintanya menjemput di sebuah toko obat, ternyata obat yang dibutuhkan oleh ibunya adalah obat yang telah dijualnya dengan harga yang sangat tinggi kepada wanita tersebut, dan itu satu-satunya yang tersisa pada saat itu, ternyata si wanita yang membeli obat terakhir itu adalah wanita yang berjuang untuk mendapatkan obat bagi ibunya. Selanjutnya dapat dihayalkan sendiri oleh pembaca.

Terdapat dua sosok yang berlainan sifat dari film singkat diatas, sosok pertama adalah “Kita” dimana seseorang yang berjuang tidak hanya untuk dirinya, melainkan juga untuk orang lain. Sosok kedua adalah “Saya” dimana seseorang yang memanfaatkan situasi guna mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. 

Kedua sosok yang digambarkan dalam film pendek tersebut sesungguhnya juga dapat dilihat dari situasi pandemi yang sedang melanda negeri kita tercinta, ada banyak pihak yang berjuang digarda terdepan dalam pencegahan dan penanganannya, dan itu bukan hanya untuk diri mereka saja, akan tetapi juga bagi kita.

Dari sisi pencegahan dengan berbagai kebijakan yang saat ini sedang kita jalani, sesungguhnya merupakan implementasi tentang “Kita” bukan tentang “saya”. Bisa dibayangkan jika semuanya berdasar pada “saya” yang berarti sekolah seperti biasa, bekerja seperti biasa, mudik seperti biasa, beribadah seperti biasa, dan lain sebagainya. Pandemi ini tentunya akan semakin lama berakhir dan akan semakin banyak yang tertular, yang artinya juga akan semakin banyak pasien yang berpotensi untuk meninggal.

Bagi pemerintah, penanganan situasi ini adalah karena “kita” dan bukan sebatas kewajiban atas amanah yang telah diemban mereka, sebab dengan berfikir ‘Kita’ maka pembangunan dalam bidang lainnya akan dapat terlaksana sesuai rencana, jika dalam fikiran pemerintah tentang “saya” maka tetap “Kita” juga yang akan menjadi korbannya.

Demikian juga bagi dokter, perjuangan yang dilakukan di medan medis bukan hanya karena “saya” secara profesi, melainkan tentang “kita” yang melekat dalam diri mereka sebagai Ayah, Ibu, Anak, dan saudara bagi keluarganya. Jika sebatas “saya”, maka mungkin saja mereka tidak maksimal dalam melakukan penanganan dan akhirnya virus ini menyebar kemana-mana, maka bisa saja keluarga mereka juga akan terkena.

Seharusnya perspektif ini juga melekat dalam diri masyarakat, bahwa ini semua tentang “kita” bukan “saya”. Kita sama-sama menghadapinya, kita sama-sama merasakan dampaknya, kita juga merasakan penderitaan dikarenakannya. Maka tidak bijak kiranya jika masih berasumsi “saya” dengan menimbum kebutuhan medis, “saya” yang menimbung kebutuhan vital masyarakat ditengah pandemi, “saya” yang masih mengabaikan himbauan pemerintah guna memutus mata rantai penyebarannya, “saya” yang memandang situasi ini dengan kacamata politis, atau “saya” yang masih enggan melihat dengan hati bahwa ada banyak orang yang secara ekonomi terputus mata pencahariannya.

Situasi ini tentang “kita” bukan tentang “saya”, artinya harus ada kepedulian sosial dan kerjasama yang baik antar berbagai pihak yang bermuara pada tujuan yang sama. Sebab “Kita” juga ingin segera mengakhirinya, bukan hanya “saya”. Wallahu A’lam Bisshawab. 

*Penulis adalah Ketua Program Studi Doktor IAIN Bengkulu

Kategori: Opini