Efektivitas Peran BPKP dalam Penanganan dan Pencegahan Kasus Korupsi Proyek Infrastruktur
Featured Image

Efektivitas Peran BPKP dalam Penanganan dan Pencegahan Kasus Korupsi Proyek Infrastruktur

Diposting pada December 10, 2021 oleh Penulis Tidak Diketahui

Foto Ilustrasi, Dok/freepik.com

Hasil temuan dari KPK mengungkap besarnya kasus korupsi yang terjadi di bidang infrastruktur. Hal ini tentu berdampak pada kualitas bangunan infrastruktur, keselamatan masyarakat, dan besarnya kerugian yang harus ditanggung negara. Padahal semestinya, infrastruktur dapat dijadikan sebagai modal bagi Indonesia untuk dapat menjadi negara yang maju dan mampu menyaingi banyak negara lain, khususnya negara-negara maju di kawasan Asia Tenggara, seperti misalnya Singapura serta Malaysia. 

Kasus suap dan penggelapan dana merupakan modus korupsi infrastruktur yang paling sering dilakukan. Sesuai dengan yang telah diamanahkan oleh presiden, maka BPKP berperan untuk membantu KPK mencegah dan menangani korupsi dengan pengauditan keuangan serta pengawasan pembangunan yang didasarkan pada 3 pilar, yaitu edukatif, preventif, serta represif. Pilar-pilar tersebut dijalankan dengan metode pengawasan dalam lingkup investigasi yang didasarkan pada beberapa teori management accounting dan forensic accounting yang digabungkan dengan beberapa paham fraud risk serta fraud examination. 

Efektivitas peran BPKP untuk menangani dan mencegah tindakan korupsi dalam sektor infrastruktur contohnya dapat tergambar di dalam kasus korupsi proyek Hambalang. Proyek Hambalang yang mulanya diperuntukkan guna meningkatkan kemampuan para atlet nasional agar mampu bersaing pada lingkup internasional malah membuka kesempatan bagi para pelaku petinggi negara yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan korupsi. Jika melihat dari kronologinya, maka diketahui pada saat proyek ini dipimpin oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga yang baru, jumlah anggaran proyek Hambalang mengalami peningkatan menjadi Rp 2,5 T. Hal ini selanjutnya dikatakan sebagai modus korupsi melalui mark up. Secara lebih rinci, Badan Pemeriksa Keuangan serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menafsirkan kerugian yang ditanggung oleh negara, yaitu berjumlah sekitar Rp 706 M.

Dari awal mula kemunculan konflik dalam proyek ini, sudah dapat diketahui bahwa peran Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dalam menegakkan ethical values pejabat pemerintah belum berjalan sempurna serta belum sesuai dengan yang telah dicanangkan BPKP pada pilar preventif. Pasalnya, keinginan untuk melakukan korupsi, dalam hal ini penyimpanan dana sekaligus penyelewengan wewenang, tidak akan muncul jika di dalam diri para pelakunya terdapat kesadaran akan dampak buruk yang dapat disebabkan oleh tindakan tersebut. 

Rendahnya kesadaran pejabat pemerintah terhadap isu korupsi juga digambarkan dari keterlibatan Adik kandung dari Andi Mallarangeng. Ia pun turut terjerat dalam kasus ini sehingga dianggap bersalah dan dijatuhi hukuman berupa vonis penjara. Diketahui, Choel M. melakukan penyelewengan dana sebesar $550.000 US serta Rp 4 M. 

Selain dapat dilihat dari pembangunan proyek Hambalang, efektivitas peran BPKP juga dapat dilihat dari pembangunan infrastruktur-infrastruktur di provinsi Sulawesi Selatan yang beberapa diantaranya juga menjadi lahan praktik korupsi bagi petinggi-petinggi di provinsi tersebut.

Peran BPKP sebagai pengawas aktivitas pembangunan, pilar edukatif, preventif, dan represif dapat ditinjau melalui pengembangan Aplikasi SIMDA Desa atau yang lebih dikenal sebagai Aplikasi SISKEUDES (Sistem Pengelolaan Keuangan Desa). Aplikasi ini dapat membantu desa-desa di Sulawesi Selatan mengelola keuangan mereka mulai dari tahap alokasi hingga tahap pelaporan keuangan.

BPKP juga aktif mengawasi proyek infrastruktur strategis di Sulawesi Selatan, ditandai dengan pengawasan mereka terhadap PSN (Proyek Strategis Nasional) pembangunan jalur kereta api Makassar-Parepare pada tahun 2015 hingga tahun 2019. BPKP mengawasi PSN tersebut berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2016, yang menginstruksikan BPKP untuk melakukan pengawasan terhadap tata kelola percepatan dan pelaksanaan PSN. Pada kasus ini, BPKP dapat dikatakan berhasil menjalankan tugasnya sebagai pengawas proyek pembangunan infrastruktur dan perannya sebagai pilar preventif karena tidak ditemukan korupsi pada proyek ini.

Namun, pada tahun 2021 Nurdin Abdullah, Gubernur Nonaktif Sulawesi Selatan, menerima uang suap sebanyak Rp2,5 miliar dan Sin$150 ribu yang diberikan melalui Edy Rachmat (Sekretaris Dinas PUTR Sulawesi Selatan) dari Agung Sucipto, pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba. Agung Sucipto memberikan uang suap kepada Nurdin Abdullah agar perusahaannya terpilih sebagai kontraktor proyek infrastruktur di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.

Melihat dari kasus korupsi pembangunan proyek Hambalang dan korupsi pembangunan beberapa infrastruktur di Provinsi Sulawesi Selatan, maka dapat disimpulkan bahwa peran pencegahan korupsi di Indonesia sudah cukup baik dan juga aktif, tetapi dalam implementasinya tetap belum efektif. Salah satu faktor internal yang mendorong terjadinya korupsi ini adalah kurangnya kesadaran para penanggung jawab proyek infrastruktur atas dampak yang ditimbulkan dari tindakan korupsi sehingga mereka tetap melakukan penyelewengan, suap, serta me-mark up anggaran. 

Selain itu, faktor eksternal seperti lemahnya sanksi hukum atas perbuatan korupsi di Indonesia sampai saat ini juga menjadi dasar masih banyaknya praktik korupsi oleh petinggi pemerintahan dalam menjalankan proyek infrastruktur. Namun, peran BPKP dalam menangani kasus korupsi infrastruktur diantaranya sudah efektif karena dapat dengan sigap mengidentifikasi dan mengaudit anggaran proyek yang dikorupsi sehingga jumlah kerugian yang dialami dari kasus korupsi tersebut dapat diketahui secara lebih faktual dan data driven.

Oleh karena itu, diperlukan sanksi hukum yang berat atas segala tindak korupsi sehingga bisa menciptakan efek jera bagi para oknum yang melakukannya. Dalam diri BPKP pun, diperlukan pula adanya evaluasi secara berkala mengenai strategi dalam memaksimalkan peran lembaga tersebut untuk melakukan penanganan dan pencegahan korupsi pembangunan/infrastruktur di Indonesia sehingga kesejahteraan, keselamatan, dan kemajuan masyarakat yang menjadi tujuan awal pemerintah dalam membangun berbagai infrastruktur di Indonesia dapat terjamin dan terealisasikan dengan optimal.

Penulis adalah Qasthalani Ananda Yudadi, Mahasiswa Ilmu Administrasi Niaga, Universitas Indonesia

Kategori: Hukum