Indonesia di Tengah Konflik Dua Poros Kapitalisme Global
Featured Image

Indonesia di Tengah Konflik Dua Poros Kapitalisme Global

Diposting pada May 28, 2018 oleh Penulis Tidak Diketahui

Baik secara langsung atau tidak langsung Indonesia saat ini tengah menjadi medan konflik antara dua poros kapitalisme global, Jepang dan Amerika dengan poros Trans-Pacific Partnership (TPP) berhadapan dengan China dan Rusia dengan poros BRICS.

Saat ini perang intelejen dari dua poros kapitalisme global yang sedang bertarung memperebutkan pengaruh politik di negeri kita, dan mungkin telah menjangkau hingga ke toilet, meja makan dan ruang rapat para pejabat.

Oleh sebab itu pemerintah harus tetap memegang teguh” Jiwa Trisakti ” yaitu ; berkedaulatan dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Jajaran pemerintah harus terus berusaha keras dengan cara yang tepat untuk memproteksi Negara, agar negara tidak dijadikan gelanggang konflik berbagai kepentingan kolonialisme dan kapitalisme international, baik konflik ideologi maupun ekonomi dan politik yang mengancam stabilitas Negara.

SDA Negara Berkembang Target Perang Poros Kapitalisme

Telah menjadi tabiat dalam sistem Kapitalisme yang bergerak saat ini, siapa pemilik modal (kapital) maka merekalah para pengendali sebuah Negara yang sesungguhnya.

Entah mereka itu pejabat Negara atau bukan, namun pastinya dengan kekayaannya para pengusaha papan atas memiliki peran penting sebagai pemegang kendali yang sesungguhnya.

Korporasi yang notabene adalah badan usaha dan bukanlah institusi Negara, namun memiliki kemampuan dalam mengintervensi kebijakan Negara, bahkan mampu pula menciptakan perang saudara atau konflik sentimentil di sebuah wilayah Negara.

Kapitalisme itu membutuhkan habitat ruang hidup berupa Negara yang siap di konsumsi, sehingga korporasi besar mampu mengendalikan pasar (free trade) atau ibarat Raja yang mampu mengangkat dan memberhentikan para ‘pemimpin dan pejabat boneka ’ di negara-negara kaya Sumber Daya Alam dengan tingkat pendapatan dibawah rata-rata.

Maka tak heran, dimanapun negaranya dan para pemimpin Negara khususnya negara yang memiliki kekayaan SDA melimpah, jika para pemimpinnya tidak mampu bersikap tegas maka akan memiliki peluang yang tinggi untuk menjadi boneka-boneka Kapitalisme.

Namun sebaliknya, bila para pejabat dan pemimpinnya memiliki sifat yang tegas dan berwibawa dalam menghadapi gempuran Korporasi, maka tantangan selanjutnya adalah si Pejabat atau pun Pemipin akan terus di teror bahkan bisa jadi di gulingkan dengan berbagai skenario dan dalih-dalih, karena dianggap tidak mau tunduk kepada Korporasi.

Cina dan Rusia Poros Kapitalisme Baru ?

Mengapa Cina tidak agresif untuk terlibat dalam konflik di Suriah? Kepentingan geo-ekonomi Cina lebih terkonsentrasi pada proyek Jalur Sutera Modern atau One Belt One Road.

Proyek Ambisius Cina ini meliputi jalur darat yang memotong garis Eropa Timur berakhir di Eropa Barat, dengan jarak tempuh dari dari kota Yiwu Cina 18 hari perjalanan sampai di London, Inggris. Dan memiliki bentangan panjang mencapai 12.000 kilometer melintasi tujuh negara.

Untuk jalur maritim membelah Vietnam, Malaysia, India dan Indonesia. Dari Asia mengiris Afrika Timur melalui Kenya, Somalia tembus di Teluk Aden dan Laut Merah. Dari Afrika Timur dilanjutkan ke Afrika Utara via Terusan Suez berarkhir di negeri Pizza Italia.

Model skema dan strategi geo-politik dan geo-ekonomi Cina berbeda dengan Rusia dan Amerika Serikat, lebih “soft” halus dalam penetrasi kepentingan politik dan ekonominya.

Cover atau penyesatan kepentingan Cina untuk menguasai pasar energi dunia terlihat berhasil, Jalur Sutera Modern Xi Jinping secara virtual sebatas proyek infrastruktur darat dan laut untuk distribusi barang dan jasa semata.

Apakah para pemilik hak veto dunia tersebut sudah mengikuti style “ kartel ” dengan melakukan kesepakatan bersama dan pembagian peran untuk pembagian jatah kavling kepentingan ekonomi mereka di dunia.

Poros Kapitalisme Lama Mendikte Poros Kapitalisme Baru

Proxy War di bangun kubu Amerika Serikat, Inggris dan Perancis adalah narasi “lagu lama ” isu senjata kimia, publik internasional masih mengingat peristiwa penghancuran kedaulatan Irak, Libya dan kini Suriah.

Clandestine Amerika Serikat, Inggris dan Perancis ke wilayah kedaulatan negara Suriah, berawal dari lembaran proposal proyek pembangunan jaringan pipa minyak dari Qatar, yang memiliki volume panjang mencapai 1.500 kilometer melintasi Arab Saudi, Yordania, Suriah hingga Turki.

Dengan nilai investasi 10 triliun dolar, dimana jalur pipa tersebut untuk menghubungkan pasar energi Eropa melalui Turki sebagai selter distribusi kewilayah Eropa, dan Uni Eropa berkepentingan dengan proyek pembangunan pipa Qatar-Turki tersebut, karena kebutuhan pasokan gas 30% Uni Eropa disuplay oleh Rusia.

Jaringan pipa gas Rusia untuk memenuhi kebutuhan Uni Eropa melalui Ukraina dan Belarusia. Importir terbesar gas Rusia adalah Jerman dan Italia, disusul Perancis, Hungaria, Republik Ceko, Polandia, Austria dan Slovakia. Selain Uni Eropa negara yang membutuh gas alam Rusia adalah Ukraina, Belarusia dan Turki.

Pada tahun 2010 Turki dan Rusia telah melakukan memorandum of understanding (MoU), dengan nilai investasi 10 miliar dolar untuk proyek Turkish Stream pembangunan pipa gas dikedalaman Laut Hitam dari Rusia ke Turki. Menargetkan 63 miliar kubik gas per-tahun gas alam Rusia, dialirkan melalui perbatasan Turki-Yunani untuk didistribusikan ke Eropa Selatan.

Serta penanda tanganan kontrak antara Rusia dan Turki untuk proyek pembangunan pembangkit energi tenaga nuklir di Akkuyu, Provinsi Mersin, Turki. PLTN ini konon dapat menghasilkan energi mencapai 35 miliar kWh per-tahun.

Rusia memiliki ketersedian cadangan energi mencapai 87 miliar barel cadangan minyak, 1.163 triliun kaki kubik cadangan gas, dan 157 juta ton cadangan batu bara, dan Rusia merupakan produsen terbesar kedua gas alam dan minyak setelah Amerika Serikat dan Arab Saudi.

Ekonomi terbesar Rusia dihasilkan dari ekspor energi dengan pendapatan minyak dan gas mencapai 52 persen seluruh pendapatan negara.

Murka Amerika Serikat dan sekutu-nya telah mengetahui pada tahun 2015 Iran, Irak dan Suriah telah melakukan kesepakatan perjanjian proyek pembangunan jalur pipa gas dari Teluk Persia menuju Laut Tengah, untuk membuka pasar energi panas bumi tersebut ke Uni Eropa.

Kepentingan Geo-Ekonomi Rusia, Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Uni Eropa di Timur Tengah khusus-nya di Suriah memiliki nilai yang strategis, perebutan pasar energi terutama oil and gas untuk menguasai pasar di Eropa.

Krisis Dunia Akibat Pengaturan Konsensus Poros Kapitalisme Global

Krisis saat ini dapat kita katakan sebagai krisis sistem pengaturan kapitalisme global, karena belum tercapainya konsensus antara poros kapitalisme Amerika-Inggris dengan poros kapitalisme China-Rusia yang menghendaki reformasi atau perombakan terhadap kesepakatan Bretton Woods, suatu sistem ekonomi yang berkaitan dengan pengendalian tatanan ekonomi dan politik dunia pasca perang dunia II.

Sebagai ilustrasi, pada tanggal 1-22 Juli 1944, di sebuah kota bernama Bretton Woods, New Hampshire berlangsung pertemuan antara AS dan Inggris, beserta 44 negara negara aliansi AS dan Inggris serta satu negara netral ( Argentina ), yang dihadiri juga oleh ekonom John Maynard Keynes (Inggris), yang melahirkan tiga pilar Bretton Woods System.

Tiga pilar itu : Pertama, pengaturan moneter, melalui IMF (International Monetary Fund) untuk meliberalisasi sektor keuangan dan mengatasi permasalahan utang negara. Kedua, pengaturan dan meliberalisasi perdagangan dunia, melalui GATT, sekarang WTO ( World Trade Organization ), yang menghendaki adanya perdagangan yang lebih bebas baik dalam sektor barang maupun modal.

Ketiga, pengendalian rekonstruksi pembangunan, memperbaiki keadaan perekonomian negara pasca perang dengan mendirikan IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) yang kemudian beralih nama menjadi World Bank.

Sistem Bretton Woods tersebut disepakati menggunakan fixed exchange rate dengan menggunakan standar dollar – emas sehingga secara efektif mengakhiri sistem standar emas yang umum digunakan sebelumnya di era merkantilisme yang proteksionis.

China dan Rusia Desak Perombakan Tatanan Otoritas Kapitalisme Global

China dan Rusia sebagai negara kapitalis baru tidak sedang bertarung membangun sistem ekonomi politik global di luar dari sistem kapitalisme yang menghendaki liberalisasi di sektor keuangan dan perdagangan dunia,

Namun yang dikehendaki oleh China dan Rusia adalah reformasi atau perombakan tatanan dan otoritas kapitalisme global yang selama 70-an tahun bersandar pada sistem Bretton Woods, yang berkaitan dengan perubahan otoritas pengendalian ekonomi dan keuangan dunia yang selama ini dikendalikan oleh Inggris dan Amerika melalui lembaga multilateral IMF, WB dan WTO.

Pertarungan untuk mengubah tatanan dan otoritas kapitalisme global yang bersandar pada kesepakatan Bretton Woods tersebut ditandai oleh dua gejala yang sedang berlangsung saat ini.

Pertama, lahirnya sebuah bank pembangunan internasional baru senilai 100 milyar dolar yang didukung oleh negara-negara berkembang yang diluncurkan di Shanghai, China, yaitu Bank Pembangunan Baru (New Development Bank atau NDB) yang diresmikan setelah tiga tahun dibahas dalam berbagai perundingan di antara negara-negara anggota BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan).

Peluncuran NDB dilakukan tidak lama setelah pembentukan sebuah bank multilateral lainnya, yaitu Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB), yang juga diprakarsai oleh pemerintah China. New Development Bank (NDP) dan Bank Pembangunan Infrastruktur Asia (AIIB) adalah sebuah upaya tandingan terhadap Bank Dunia, IMF dan ADB, yang dikendalikan oleh Amerika, Inggris, Uni Eropa dan Jepang.

Kedua, keinginan China untuk menjadikan Yuan (renminbi) sebagai alat tukar internasional yang sah diakui Dana Moneter Internasional (IMF), sejauh ini yang telah masuk ke dalam basket currency (keranjang mata uang) IMF adalah Dollar AS, Uero – Uni Eropa, Yen – Jepang, dan Poundsterling – Inggris, dalam istilah formal IMF, keranjang mata uang disebut sebagai Special Drawing Right (SDR).

Secara praktis sebagai SDR, Yuan – China dapat diakui sebagai denominasi cadangan devisa hingga alat transaksi IMF dalam operasionalnya, namun, hingga saat ini, Amerika dan Jepang melalui IMF masih tidak menyetujui memasukan Yuan sebagai sebagai SDR.

Penulis: Freddy Watania (dirangkum dari berbagai sumber)
Editor: Riki Susanto

Kategori: Opini