Ketua Bapemperda DPRD Provinsi Bengkulu Gagas Perlindungan PRT Melalui Perda
Featured Image

Ketua Bapemperda DPRD Provinsi Bengkulu Gagas Perlindungan PRT Melalui Perda

Diposting pada June 21, 2022 oleh Penulis Tidak Diketahui

Usin Sembiring saat menjadi narasumber Panggung Ekspresi “Merekatkan Dukungan Pengesahan RUU PPRT” Selasa, 21 Juni 2022, Foto: Dok

Indo Barat –  Ketua Badan Pembentukan Peraturan daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring menyampaikan solusi alternatif dalam upayan memberikan perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT). Ia menawarkan perlindungan PRT dilakukan melalui pembentukan perda atau pergub.

Hal itu disampaikan usin saat menjadi narasumber acara Panggung Ekspresi “Merekatkan Dukungan Pengesahan RUU PPRT” yang diselenggarakan Yayasan Pusat Pendidikan Untuk Perempuan dan Anak (PUPA) bersama Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) Selasa, 21/06/2022 pagi tadi.

“Saya mewakili DPRD sekaligus Ketua Bapemperda DPRD Provinsi Bengkulu menyambut baik panggung ekspresi ini sebagai ikhtiar bagi pejuang perlindungan pekerja rumah Tangga yang selama ini diabaikan dan belum diakui didalam UU” sambut Ketua DPD Hanura Provinsi Bengkulu ini. 

Usin lalu menerangkan, perlindungan PRT telah di ikrarkan dalam Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi 201 tentang Kerja Layak PRT pada tanggal 16 Juni 2011. Kedua momentum itu kemudian menjadi tonggak sejrah lahirnya hari Pekerja Rumah Tangga Internasional yang diperingati setiap tanggal 16 Juni.

“Tetapi pada faktanya banyak sekali kasus-kasus yang tidak terungkap dan bahkan terlewatkan sebagai bagian dari perlindungan negara atas nyawa, kesehatan, keselamatan bahkan martabat PRT dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai pekerja rumah Tangga.  

Stigma PRT seolah-olah dikategorikan pekerjaannya orang miskin, orang tak berpendidikan bahkan hanya untuk pekerjaan perempuan saja. Kondisi ini diperparah adanya pekerja rumah tangga dibawah umur yang putus sekolah, yang menjadi korban pemiskinan, korban broken home dan rentan mengalami eksploitasi bahkan kekerasan seperti yang dialami YA salah satu PRT di Bengkulu beberapa waktu yang Lalu” papar Usin.

Melihat perjalanan panjang RUU PPRT, Usin berkesimpulan tidak adanya political will parlement sehingga RUU itu tak kunjung disahkan. 

“Artinya kita bisa menarik asumsi awal persoalannya bukan saja karena keterwakilan perempuan di parlemen yang sedikit tetapi pemahaman atas perlindungan PRT diartikan hanya pekerjaan seorang perempuan adalah keliru besar dan paradigma patriarki yang masih saja bercokol, jangan-jangan banyak yang di parlemen itu tidak setuju disahkan karena mereka salah satu dan takut dipidana” terang dia. 

Menurut Usin, perjuangan berat ini harus dirangkul banyak stake holder dan kampanye yang massif hingga anggota DPR bisa memahami bahwa perlindungan PRT bukan sebatas kepentingan perempuan saja tetapi berlaku juga bagi pekerja laki-laki dan anak dibawah umur.

Dari paparannya, Usin memberikan alternatif perjuangan perlindungan pekerja rumah tangga juga bisa dilakukan pembentukan produk hukum daerah baik perda maupun pergub atau perbup/perwal.

“Jika kita melihat apakah ada produk hukum daerah yang mengatur tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga? Kita bisa belajar dari Pergub DIY Nomor 31 Tahun 2010 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Pergub ini duluan lahir sebelum lahirnya permenaker Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga,” jelas Ketua IKA FH UNIB ini.

Lebih lanjut terang Usin, Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 menimbang pada UU Nomor 23 Tahun  2014 tentang pemerintah daerah dan PP Nomor 38 Tahun 2007 tenang pembagian kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah Daerah Provinsi dan pemerintah Daerah kabupaten/kota. Artinya ada pendelegasian kewenangan ke gubernur dalam upaya perlindungan pekerja rumah tangga. 

Dasar pertimbangan solusi pada produk hukum daerah juga bisa diambil dari UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai norma hukum positif yang masih berlaku ketentuan pekerja dan definisi tenaga kerja, buruh/pekerja, dan pemberi kerja.

“Makanya solusi alternatif adalah melalui produk hukum daerah karena sudah ada daerah yang sudah melahirkan regulasi tersebut dan amanah UU ketenagakerjaan pada pasal 3 menyebutkan azas pembângunan ketenagakerjaan meliputi azas keterpaduan dengan melakukan koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.

Atas dasar azas ini maka daerah juga bisa membuat produk hukum daerah yang melindungi, mengatur, mengawasi dan mengontrol pekerja rumah tangga di wilayahnya” tutup Usin. 

Editor: Iman SP Noya

Kategori: Advertorial