Transformasi Agama dalam Proses Modernisasi dan Globalisasi

Transformasi Agama dalam Proses Modernisasi dan Globalisasi

Diposting pada May 22, 2018 oleh Penulis Tidak Diketahui

Agama Dalam Gerakan Peradaban yang Dinamis

Secara normatif agama mengajarkan kepada pemeluknya untuk hidup dalam kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat, bahkan agama secara sosiologi maupun teologis muncul untuk merespons persoalan yang dihadapi umat manusia.

Agama hadir untuk menyantuni dan menyelamatkan anak manusia, menunjukkan jalan-jalan kedamaian, keselamatan, menghilangkan ketidak pastian dan mendatangkan ketenteraman, mengajarkan kasih sayang sesama manusia, memelihara hubungan baik dengan sesama dan dengan lingkungan hidup, maupun mendekatkan diri dengan Tuhan.

Jika agama tidak mampu lagi menunjukkan signifikansinya, keberadaannya dalam sebuah gerakan peradaban yang dinamis, agama dipertanyakan keabsahan klaimnya? sebagai pembawa panji keselamatan dan perdamaian umat manusia.

Ada dua kategori pandangan terhadap agama, Pertama pandangan yang optimis dan positif terhadap agama, pandangan ini melihat bahwa agama hadir untuk menyempurnakan tanggung jawab manusia dalam sejarah dan kehidupannya, karena agama merupakan kaidah-kaidah transendental yang dibutuhkan manusia.

Dalam pelukan dan naungan agama-agama, manusia tumbuh sebagai mahluk yang kreatif, yang mampu melaksanakan tugas peradaban dan kebudayaan untuk mengatur ataupun menata keseimbangan alam dan menciptakan kedamaian hidup sebaga rahmat Tuhan semesta alam.

Kedua, pandangan yang pesimistis dan negatif terhadap agama, pandangan ini melihat agama sebagai sumber konflik baik internal maupun ekstenal, kehidupan agama memang acapkali mencerminkan kekuatan kreatif manusia, akan tetapi juga secara empiris memberikan gambaran kelemahannya.

Kritik dan semangat untuk mempertanyakan kembali fungsi agama bagi perdamain kini terus berlangsung, seiring dengan tuduhan keterlibatan agama menjadi elemen utama bagi pertentangan yang menimbulkan penghancuran kemanusiaan.

Bahkan selama berabad-abad sejarah interaksi antar umat beragama lebih banyak diwarnai oleh kecurigaan dan permusuhan, dengan dalih demi mencapai rida Tuhan dan demi menyebarkan kabar gembira yang bersumber dari Yang Maha Kuasa.

Seiring dengan fenomena agama itu, maka persoalan yang penting untuk didiskuskan adalah di manakah seharusnya keberadaan agama itu diarahkan, di dalam ruang sosial seperti ini apakah agama memiliki konstribusi positif bagi tatanan sosial kontemporer,

Di sinilah pentingnya disadari bahwa sesungguhnya agama sedang dalam transformasi yang sangat besar dihadapkan pada proses modern dan globalisasi yang terus berlangsung.

Ada tuntutan refigurasi agama di tengah arus migrasi, urbanisasi, komunikasi yang menembus batas-batas kultural, persoalan utama bagi masyarakat beragama kemudian adalah bagaimana mempertahankan tradisi keberagamaan sembari terlibat dalam transformasi sosial dan mengakui sebagai realitas kultural.

Partisipasi spritualitas Manusia Menembus Cahaya Ilahi

Keseimbangan hidup yang sejati adalah ketika seseorang telah menyeimbangkan kesatuan alam dan dirinya, jika manusia telah berhasil menemukan yang tersembunyi di dalam dirinya, maka ia baru akan dikatakan sebagai pribadi yang waskita, yaitu sosok diri yang memahami kebenaran, dengan partisipasi spritualitas yang super aktif, seseorang bahkan mampu memancarkan cahaya yang dapat menerangi dunia dan alam sekitarnya.

Oleh karena itu, hubungan erat antara manusia dan alam akan menyebabkan keadaan batin manusia tercermin dalam tatanan eksternal dan hakikat diri manusia itu adalah mulut hidup dan nafasnya alam, namun, bila tidak ada lagi pelaku kebajikan dan orang suci, alam akan kehilangan cahaya yang meneranginya dan udara yang menghidupinya.

Ketika keadaan batin manusia telah berpaling pada kegelapan dan kekacauan, alam juga berpaling dari harmoni dan keindahan, selanjutnya jatuh dalam ketidak seimbangan dan kekacauan, yang jika terus menerus di abaikan dapat berujung pada kehancuran dan kebinasaan dalam sekala yang besar.

Dari sekian banyak manusia yang hidupnya hanya dipermukaan keberadaan dirinya, akan mempelajari alam sebagai sesuatu yang perlu untuk di eksploitasi, dimanipulasi dan didominasi, sikap semacam ini sangat keliru.

Padahal, manusia hanya dapat menembus makna batin alam ini jika dan bila ia dapat menyelidiki dirinya secara batin dan tidak hanya berada di pinggir keberadaannya, Ia harus bisa menemukan kesejatian dirinya sendiri dan apa tujuannya ia ada dan hidup di dunia ini ?

Ketika kita tumbuh secara spiritual, yang terjadi pada hakikatnya adalah kegelapan dari ke lima indera, pikiran dan intelektualitas mulai berkurang, jiwa yang ada di dalam diri kita mulai menerangi, dan semakin terang jiwa menyala di dalam diri kita melalui jalan spiritual, maka semakin sedikit pengaruh buruk dunia ini ! bisa mendikte kepribadian, pilihan dan tindakan kita.

Seseorang harus terus menaiki tangga pertumbuhan spiritual itu sampai di puncaknya, yaitu ketika cahaya dari jiwa hampir menerangi dirinya secara menyeluruh, ia menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan dan setiap komponen buruk menjadi larut dan tidak lagi memberikan pengaruh pada kepribadiannya. you are going to make a choice.

Mahkluk sosial diingatkan lagi tentang hakikat hidup manusia lewat pesan filosofis pahlawan nasional GSSJ Sam Ratulangi.

“Si Tou Timou Tumou Tou“ Orang Hidup Untuk Menghidupkan Orang Lain, Manusia Hidup Saling Memanusiakan.

Penulis: Freddy Watania

Editor: Riki Susanto

 

Kategori: Opini