Projo Bengkulu Minta Hukum Maksimal Perobek Sang Saka Merah Putih

Projo Bengkulu Minta Hukum Maksimal Perobek Sang Saka Merah Putih

Gambar

Diposting: 19 Jul 2020

Sri Sutarti, Ketua DPD Projo Provinsi Bengkulu, Poto:Dok



Indo Barat – Ormas Projo Provinsi Bengkulu mendesak penegak hukum menjatuhkan hukuman maksimal terhadap pelaku perobekan Bendera Merah-Putih dalam unjuk rasa menentang RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) pada Kamis yang lalu.



Pernyataan itu disampaikan langsung ketua DPD Ormas Projo Provinsi Bengkulu Sri Sutarti dalam rilisnya yang diterima Bengkuluinteraktif.com, Sabtu, (18/07/2020)



Sri meminta aparat penegak hukum lebih luas dalam melihat persoalaan pembakaran bendera Merah Putih karena masalah itu berkaitan dengan kedaulatan negara, yang mana bendera Merah Putih adalah simbol negara.



“Bendera Merah Putih adalah simbol kedaulatan bangsa ini, pahlawan kita telah mengorbankan nyawa agar sang saka itu tegak berdiri di negara ini. Kami mendukung penuh jika aparat telah melakukan tindakan tapi harus lebih serius agar tidak terjadi tindakan yang sama dikemudian hari” kata Sri



Handoko menjelaskan telah terjadi pelanggaran telak terhadap KUHP dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Dalam pasal 66 UU itu disebutkan pelaku dihukum maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.



Sri Sutarti menyatakan perobekan Sang Saka Merah-Putih di depan Gedung DPR tersebut berpotensi memunculkan perpecahan dan konflk di masyarakat. Preseden buruk akan muncul jika tidak dijatuhkan hukuman maksimal terhadap para pelaku, baik pelaku langsung maupun perencananya.



Pada saat yang sama, Pemerintah dan segenap komponen bangsa ini sedang prihatin dan bekerja keras mengatasi pandemi COVID-19  berikut efeknya terhadap kesehatan dan perekomian nasional.



Menurut Sri, Projo sangat menghargai perbedaan pendapat demi kebaikan bangsa dan negara. Bahkan, Projo juga mempunyai sejumlah catatan kritis terhadap substansi dan proses penyusunan RUU HIP.



“Presiden Jokowi sudah jelas dan tegas menyatakan meminta penundaan RUU HIP. Kan, kalau Pemerintah tidak bisa membahas, DPR tidak bisa membahas sendiri RUU itu,” katanya.



Sri menegaskan bahwa Projo tidak mempersoalkan demonstrasi menentang RUU HIP termasuk dengan model theatrikal untuk menarik perhatian publik. Namun, ujung protes itu haruslah produktif.



“Jangan malah kontraproduktif, bahkan destruktif seperti itu,” ujarnya [***]



Editor: Alfridho Ade Permana


Kategori: Hukum