Bupati Lebong: Pengakuan MHA Merupakan Mandat Konstitusi

Bupati Lebong: Pengakuan MHA Merupakan Mandat Konstitusi

Gambar

Diposting: 02 Oct 2018

Foto/Dok: Akar Foundation



Indo Barat, Lebong - Pemerintah Kabupaten Lebong Propinsi Bengkulu berkomitmen untuk mendukung Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Masyarakat Rejang yang ada di Kabupaten Lebong. Komitmen ini disampaikan oleh Bupati Lebong H. Rosjonsyah, S.IP, M.Si dalam Rapat Konsolidasi guna Percepatan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Rejang di Kabupaten Lebong di ruang Rapat Sekretaris Daerah Kabupaten Lebong pagi tadi, Selasa, 2 Oktober 2018.



Keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Rejang merupakan salah satu fakta keberagaman bentuk masyarakat yang pembentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengakui, menghormati dan melindungi keberagaman secara ekplisit terdapat di dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika, semboyan ini menjadi pijakan dalam menyusun UUD 1945. dalam ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2O14 tentang Pedoman Pengakuan dari Perlindungan Masyarakat Hukum Adat menyatakan bahwa, Bupati melakukan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.



Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35IPUU-X/2A12 mengenai Pengujian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dalarn rangka menjamin adanya kepastian hukum yang. berkeadilan terhadap masyarakat hukurn adat (MHA) dapat ditetapkan melalui Peraturan Daerah.



Rapat Konsolidasi Percepatan dan Pengakuan MHA Rejang di Kabupaten Lebong ini dihadiri oleh Setda Kabupaten Lebong, BLHKP Kabupaten Lebong, Bagian Hukum Pemkab Lebong, Akar Foundation, Camat Topos, Camat Embong Uram, Camat Plabai dan Camat Kabupaten Lebong Atas.



Bupati Kabupaten Lebong Rosjonsyah S.IP, M.Si dalam pidatonya mengatakan Terbatasnya ruang hidup Masyarakat Hukum Adat Rejang di Kabupaten lebong, akibat penentapan kawasan hutan oleh Negara, membuat semakin terbelenggu dan menyusutnya ruang hidup dan hak-hak adat.



1



“Terbatasnya ruang hidup Masyarakat Hukum Adat, akibat penentapan kawasan hutan oleh Negara, membuat semakin terbelenggu dan menyusutnya ruang hidup dan hak-hak adat,” kata Bupati Kabupaten Lebong Rosjonsyah S.IP, M.Si, dalam Rapat Koordinasi yang difasilitasi oleh Tim Identivikasi dan Verifikasi Keberadaan Masyarakat Hukum Adat Rejang. 



Menurut Bupati Lebong yang bergelar Adat Raja Ki Karang Nio ini, Ia menyatakan bahwa banyak sekali hak-hak adat dan situs-situs kebudayaan sebagai alamat identitas MHA berada di dalam kawasan hutan Negara baik di dalam Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS), Cagar Alam maupun Hutan Lindung. 



“Kondisi ini membuat Masyarakat Hukum Adat Rejang kesulitan untuk merawat dan mengakses situs kebudayaan mereka” Kata Bupati.



Kepala BLHKP Kabupaten Lebong  yang juga sekaligus Tim Identifikasi dan Verifikasi MHA Rejang Zamhari SH, MH dalam rapat konsolidasi juga mengatakan Peluang kebijakan politik tentang Pengakuan ini harus segera di akui oleh Pemerintahan Daerah melalui Penerbitan SK Bupati tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Rejang.



“Peluang kebijakan politik tentang Pengakuan ini harus segera di akui oleh Pemerintah Daerah melalui Penerbitan SK Bupati tentang Pengakuan dan Perlindungan MHA Rejang” sampai Zamhari .



Direktur Akar Foundation Bengkulu, Erwin Basrin, menambahkan, Percepatan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Rejang di Kabupaten Lebong harus segera ditetapkan melalui peraturah daerah demi menjaga kearifan lokal masyarakat Hukum Adat Rejang yang ada di Kabupaten Lebong.



"Berdasarkan hasil penelitian selama lima tahun, masyarakat Rejang dikategorikan sebagai masyarakat hukum adat. MHA Rejang sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Hal inilah yang menjadi urgensi perlu adanya pengakuan wilayah adat Rejang di Kabupaten Lebong," jelasnya. 



Rilis : Akar Foundation/ Editor : Alfridho Ade P