Rabithah Alawiyah Bengkulu Ajak Teguhkan Nasionalisme dengan Menolak Paham Radikal
Featured Image

Rabithah Alawiyah Bengkulu Ajak Teguhkan Nasionalisme dengan Menolak Paham Radikal

Diposting pada August 11, 2022 oleh Penulis Tidak Diketahui

Indo Barat – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Rabithah Alawiyah Provinsi Bengkulu ajak masyarakat teguhkan semangat nasionalisme dan menolak dengan tegas paham radikalisme dan terorisme yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.

“Radikalisme dan Terorisme merupkan pemicu perpecahan umat, perpecahan bangsa dan negara. Paham ini harus dilawan dan kita perangi. Jangan sampai masyarakat ikut terpapar, untuk itu sejak dini kami telah menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada para anggota kami,” kata Habib Mahdi.

Pernyataan itu disampaikan Habib Mahdi Bin Syaichon Assegaf melalui Deklarasikan Anti Radikalisme dan Aksi Terorisme beberapa waktu lalu. Deklarasi ini sekaligus bentuk dukungan kepada pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan penyebaran paham radikalisme dan terorisme di Indoensia khususnya di Bengkulu.

Lebih lanjut, ketua DPC Rabithah Alawiyah Habib Mahdi Assegaf dan bendahara sekaligus pendiri Rabbita Alawiyah Provinsi Bengkulu Habib Abu Bakar Alaydrus menceritakan sejarah kedatangan para habaib ke Bengkulu, yang dari Palembang pada tahun 1909 hingga menyebar ke Kota Bintuhan, Kaur.

“Dilihat dari sejarah, para habib datang dengan tujuan berdakwa. Sekarang bidang pekerjaan yang dilakukan para habaib macam-macam. Ada yang berbisnis dan lain-lain,” terang Habib Mahdi.

Secara organisasi Rabbitha Alawiyah terhitung baru masuk ke Provinsi Bengkulu. Habib Abu Bakar mengaku saat pertama kali masuk Bengkulu Ia terkejut dengan adanya oknum yang mengaku-mengaku sebagai habib. Padahal setelah dicek, pengakuan para oknum tak bisa dipertanggungjawabkan. 

Lantas, bagaimana membuktikan habib palsu atau tidak? “Yang membedakan, para habib pasti memiliki buku Maktab Daimi,” kata Habib Abu Bakar.

Maktab Daimi tak sembarang dibuat. Hanya mereka yang memiliki nasab keturunan rasululllah saja menjadi pemilik.“Harus ada nasabnya, kalau tidak ada keturunan ngak akan dikeluarkan. Orang jadi ustaz bisa, kalau habib keturunan tidak,” jelas dia. 

Jalur dari keturunan pun melalui ayah. Jika keturunan dari jalur perempuan kemudian menikah dengan non habib secara otomatis nasabnya terputus.

“Kita para habaib juga menjaga perempuan kita, agar jangan sampai putus nasab” terang Habib Mahdi yang merupakan keturunan ke 39 Maktab Daimi

Maktab Daimi adalah untuk mencatat sejarah dan silsilah alawiyyin yang tersebar diberbagai penjuru Indonesia sehingga sejarah dan silsilah alawiyyin tetap lestari dan terjaga. Adapun sejarah pencatatan nasab alawiyyin telah dimulai oleh Syech Ali bin Abubakar As-Sakran pada abad 9 H.

Pencatatan nasab alawiyyin juga dilakukan oleh habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, dengan bantuan biaya dari raja-raja India. Habib Abdullah memerintahkan untuk melakukan pencatatan alawiyyin di Hadramaut pada abad 17 H. 

Pada akhir abad 18 H. Sayyid Ali bin Syekh bin Muhammad bin Ali bin Syihab juga melakukan pencatatan alawiyyin sehingga terkompilasi dalam buku nasab yang berjumlah 18 jilid.

Pencatatan Nasab alawiyyin paling akhir dilakukan oleh mufti Hadramaut Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur pada akhir abad 19 H, yang kemudian dilanjut oleh anaknya sayyid Ali bin Abdurrahman Al-Masyhur yang terkumpul dalam 7 Buku.

Ketika Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad mendirikan Rabithah Alawiyyah, beliau memiliki inisiatif untuk melakukan pencatatan alawiyyin yang berada di Indonesia.

Pada tanggal 10 Maret 1932 Rabithah Alawiyah dengan resmi membentuk Maktab Daimi yaitu lembaga otonom yang bertugas memelihara sejarah dan silsilah keturunan Rasulullah S.A.W. yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.

Untuk menjalankan tugas ini ditunjuklah sayyid Ali bin Ja’far Assegaf yang saat itu duduk di Dewan Pengawas Rabithah Alawiyah cabang Betawi sebagai ketua Maktab Daimi yan pertama.

Dengan biaya dari Rabithah Alawiyyah dan didukung pula oleh seorang dermawan bernama Sayyid Syekh bin Ahmad bin Syahab, beliau mencatat keluarga Sayyid yang tersebar di Indonesia.

Editor: Alfridho Ade Permana

Kategori: Komunitas